Surabaya – Fenomena “sound horeg” yang diartikan sebagai sistem suara super menggelegar, telah menjadi sorotan di berbagai daerah di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir. Sistem audio ini, dikenal karena dentuman kerasnya yang bahkan dapat memicu getaran, sering digunakan dalam acara-acara masyarakat seperti pawai dan pesta.
Namun, popularitas “sound horeg” membawa keresahan di kalangan masyarakat. Fenomena ini memicu reaksi negatif dan bahkan menghasilkan fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Menyusul keluhan tentang gangguan ketertiban dan dampak sosial negatif, Politikus PDIP Tri Rismaharini menyebutkan bahwa permasalahan ini menjadi salah satu keluhan utama Generasi Z di Jawa Timur.
Beberapa insiden mencuat, salah satunya adalah “battle sound horeg” yang berlangsung di tengah laut saat perayaan Lebaran Ketupat di Pasuruan, mengundang perhatian pihak kepolisian. Mereka menyatakan bahwa kegiatan tersebut dilakukan tanpa izin dan dapat merusak ekosistem laut. Suara yang dihasilkan mencapai hampir 135 desibel, melebihi ambang aman baik bagi manusia maupun hewan.
Pondok Pesantren Besuk di Pasuruan mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan “sound horeg”, dengan alasan dampak kebisingan dan potensi maksiyat. Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur menjelaskan bahwa penggunaan sistem suara yang ekstrem dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Menanggapi gelombang keresahan tersebut, pihak MUI Jatim mengajukan regulasi terkait penggunaan “sound horeg”. Ini bertujuan agar praktik tersebut tidak mengganggu ketertiban umum. Sementara itu, pihak Kepolisian Malang juga mengambil langkah tegas dengan melarang kegiatan “sound horeg”, mengingat dampaknya terhadap kenyamanan masyarakat. Pejabat pemerintah daerah di Malang juga mengatakan bahwa mereka akan menunggu regulasi dari pemerintah provinsi untuk menanggapi isu ini.