Jakarta – Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, menyikapi tuduhan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengklaim bahwa penetapan bunga oleh AFPI berpotensi melanggar hukum persaingan usaha. Dalam konteks ini, Entjik menekankan bahwa penetapan bunga merupakan hasil dari diskusi berkelanjutan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bertujuan untuk melindungi konsumen.
Dalam acara Diskusi Publik yang digelar di Jakarta Pusat, pada Senin (11/8), Entjik menjelaskan, “Kami selalu mengikuti arahan OJK. Jika diminta untuk menurunkan bunga, kami akan menjalankannya. Tujuan utama kami adalah untuk memastikan bunga tidak melebihi batas wajar.” Ia menambahkan bahwa batasan tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi persaingan, tetapi untuk menjaga agar industri pinjaman daring tetap sehat.
Lebih lanjut, Entjik mengungkapkan bahwa tarif bunga yang terlalu rendah dapat mengurangi minat investor untuk mendanai peminjam, khususnya yang belum memiliki riwayat kredit yang baik. Namun, ia juga menyoroti bahwa pinjol ilegal masih menjadi ancaman besar yang menimbulkan berbagai masalah sosial bagi masyarakat.
Sekitar 60 persen dari pembiayaan di sektor pinjamannya, dikatakan mengalir kepada pelaku usaha ultra mikro yang sering meminjam dana untuk modal kerja. Entjik menggarisbawahi pentingnya dukungan ini, terutama bagi usaha kecil seperti penjual makanan.
Ia mengkhawatirkan dampak polemik dengan KPPU terhadap iklim investasi, yang berpotensi membuat investor asing menahan aliran dana mereka. Kasus ini bermula dari temuan KPPU mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait kartel bunga pinjaman. KPPU saat ini tengah melakukan penyelidikan dan akan membuka peluang bagi pembuktian lebih lanjut. Jika terbukti bersalah, pelaku usaha dapat menghadapi sanksi administratif, termasuk denda yang signifikan.