Jackiecilley.com – Tantangan mental Generasi Z di era digital semakin kompleks, menurut Syam Basrijal, pendiri Restorasi Jiwa Indonesia (RJI). Ia menjelaskan bahwa generasi ini tumbuh di tengah dominasi teknologi dan informasi yang tak terputus, membentuk karakter unik namun rentan. Gen Z, sebagai generasi pertama yang sepenuhnya dibesarkan dengan layar di depan mereka, menghadapi pergeseran cepat antara dunia nyata yang penuh tuntutan dan dunia digital yang sarat dengan perbandingan.
Syam berpendapat bahwa media sosial memperkuat kerentanan ini, di mana validitas diri sering kali diukur dari interaksi daring seperti jumlah ‘like’ dan komentar. Ketika interaksi tersebut menurun, rasa tidak percaya diri dapat meningkat. Hal ini dikenal sebagai paradoks Gen Z, di mana media sosial, meskipun menjadi ruang ekspresi, juga memperbesar ketidakpuasan.
Di samping itu, algoritma yang mengatur konten di platform digital berperan signifikan dalam membentuk cara pandang Gen Z terhadap dunia, membuat mereka berisiko mengalami FOMO (fear of missing out). Meskipun situasi ini tampak menantang, Syam menggambarkan Gen Z bukan sebagai generasi yang bermasalah, melainkan sebagai kelompok yang berusaha memahami perubahan cepat di lingkungan mereka.
Syam merekomendasikan beberapa pendekatan untuk mendukung generasi ini, termasuk mendengarkan tanpa menghakimi, membimbing penggunaan digital yang sehat, dan menyediakan ruang aman bagi mereka yang mengalami tekanan mental. Selain itu, Gen Z juga dikenal vokal mengenai isu-isu sosial, keadilan, dan lingkungan, serta mencari spiritualitas yang lentur melalui konten online. Syam menekankan bahwa dengan pendampingan yang tepat, generasi ini dapat menjadi pemimpin masa depan yang adaptif dan reflektif.