Prosumsi dan Pengarsipan Digital: Era Baru Dalam Pengelolaan Informasi

[original_title]

Herbberger.com – Pengarsipan digital menjadi isu penting di era di mana miliaran data tercipta setiap harinya. Dengan lebih dari 221 juta orang di Indonesia terhubung ke internet pada 2024, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk berselancar daring mencapai 8 jam 36 menit per hari. Meskipun volume data meningkat, banyak konten di media sosial dan laman pemerintahan terancam hilang. Menurut Pew Research Center, sekitar 25% halaman yang ada di internet dari 2013 hingga 2023 tidak lagi dapat diakses per Oktober 2023, menandakan perlunya strategi pengarsipan yang lebih baik.

Ancaman amnesia kolektif muncul ketika kualitas arsip digital kurang terawat. Di Indonesia, banyak laporan resmi pemerintah jadi tidak bisa diakses setelah migrasi atau pembaruan sistem. Fenomena ini juga mencakup pembatasan akses pada platform global seperti Twitter, yang mengalami perubahan pasca-akuisisi oleh Elon Musk, berpotensi mengurangi akses data penting bagi peneliti dan jurnalis.

Menanggapi tantangan ini, pemerintah Indonesia melalui Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berupaya mengelola arsip digital untuk melestarikan memori kolektif masyarakat. Aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamas Terintegrasi (Srikandi) mencatat lebih dari 67 miliar naskah dinas elektronik, menunjukkan kemajuan dalam pengelolaan arsip.

Namun, dengan setiap individu kini juga menjadi produsen informasi, risiko kehilangan data digital semakin besar. Konten di platform seperti TikTok sering kali hilang karena pelanggaran kebijakan. Kementerian Komunikasi dan Digital melaporkan pemblokiran enam juta konten negatif sejak 2016, yang meskipun diperlukan, juga mengakibatkan hilangnya data berharga.

Masyarakat perlu memahami pentingnya pengarsipan digital sebagai bagian dari tanggung jawab kolektif untuk melestarikan ingatan bangsa. Literasi digital yang tepat harus mencakup kemampuan membedakan arsip autentik dari konten buatan agar sejarah yang disimpan tidak terdistorsi. Menjaga arsip digital berarti menjaga identitas sosial, budaya, dan sejarah, serta membangun masa depan yang lebih baik.

Baca Juga  BMW Tampilkan Mobil ‘Ber-DNA’ Indonesia di GIIAS 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *