Kejagung dan Operator Telekomunikasi Kerja Sama Penyadapan, Privasi Warga Terancam?

28 Juni 2025 – Kejaksaan Agung resmi menjalin kerja sama strategis dengan empat operator telekomunikasi besar Indonesia—Telkomsel, Indosat, XL, dan Smartfren—untuk memudahkan aktivitas penyadapan komunikasi. Langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat fungsi intelijen Kejaksaan Agung dalam upaya penegakan hukum, khususnya mengidentifikasi pelaku tindak pidana dan mempercepat penyelesaian kasus.

Kerja Sama Ditandatangani di Jakarta
penyadapan

Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dan pihak operator dilakukan secara resmi pada Selasa, 24 Juni 2025, di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta. Penandatanganan ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen, Reda Manthovani, dan dihadiri sejumlah petinggi operator telekomunikasi yang terlibat dalam kerja sama tersebut.

Kerja sama ini memberikan akses khusus bagi Kejaksaan Agung dalam melakukan pengawasan, pengumpulan data, hingga penyadapan langsung melalui sistem operator telekomunikasi. Pihak Kejagung menyatakan bahwa kerja sama ini sepenuhnya didasarkan pada aturan hukum yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang memberikan kewenangan penyadapan dalam proses penyelidikan dan pengamanan intelijen.

Kekhawatiran Terhadap Privasi Pengguna

Namun, langkah ini tidak bebas dari kontroversi. Sejumlah pihak menyoroti bahwa kesepakatan tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran terhadap privasi warga negara. Banyak pihak khawatir bahwa kewenangan ini akan digunakan secara tidak transparan dan rentan penyalahgunaan.

Reda Manthovani dalam penjelasannya menegaskan bahwa penyadapan hanya dilakukan setelah mendapat izin resmi dari pimpinan Kejaksaan Agung. Menurutnya, setiap proses penyadapan akan dilakukan dengan selektif, terbatas, serta hanya untuk kepentingan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana yang jelas-jelas memiliki bukti keterlibatan kuat.

Namun, penjelasan tersebut belum sepenuhnya meredam kekhawatiran publik. Sejumlah kalangan, khususnya pegiat privasi dan perlindungan data pribadi, tetap skeptis terhadap implementasi di lapangan. Mereka menilai mekanisme pengawasan internal yang disampaikan Kejagung belum cukup menjamin bahwa kewenangan ini tidak akan meluas hingga ke ranah pribadi warga negara secara umum.

Baca Juga  CEO Nvidia Ungkap Hal Penting Mengenai Ilmuwan AI China

Pakar Desak Pengawasan Eksternal

Para pakar keamanan siber mengungkapkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar terkait perlindungan data pribadi. Mereka mendesak agar proses pengawasan dan penyadapan ini didampingi oleh mekanisme audit eksternal yang independen dan terbuka, untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran privasi secara massal.

Di sisi operator telekomunikasi, mereka menjamin bahwa proses penyadapan yang dilakukan oleh Kejagung hanya dilakukan melalui mekanisme resmi, dengan perintah hukum yang jelas dan terverifikasi. Operator telekomunikasi juga menegaskan bahwa mereka akan tetap mematuhi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dalam pelaksanaan kerja sama ini, untuk memastikan data pengguna tidak disalahgunakan.

Namun, jaminan operator ini belum mampu sepenuhnya meyakinkan masyarakat luas. Kekhawatiran bahwa data pribadi pengguna akan rawan bocor atau disalahgunakan masih mengemuka di kalangan publik. Warga meminta transparansi lebih lanjut mengenai bagaimana prosedur penyadapan dilakukan, siapa saja yang berwenang, dan bagaimana proses verifikasi sebelum aksi penyadapan berlangsung.

Desakan dari Lembaga HAM

Lembaga advokasi HAM juga turut menyampaikan keprihatinannya. Mereka menegaskan bahwa tanpa pengawasan yang ketat dan akuntabel, kewenangan baru ini bisa menjadi bumerang yang justru merugikan hak-hak dasar warga negara, khususnya hak atas privasi.

Sementara itu, pemerintah melalui Kejaksaan Agung tetap menegaskan bahwa MoU ini bukanlah izin bebas penyadapan massal. Mereka menyebut kerja sama ini sebagai bentuk sinergi antara penegak hukum dan operator telekomunikasi dalam menghadapi kejahatan digital yang makin kompleks.

Meski demikian, publik tetap mendesak agar peraturan tambahan yang lebih rinci segera dibuat untuk mengatur secara jelas batasan kewenangan dan mekanisme penyadapan ini. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang lebih konkret terhadap hak-hak privasi warga negara, sambil memastikan bahwa kebutuhan negara untuk keamanan nasional tetap terpenuhi.

Perlunya Regulasi yang Transparan

Ke depannya, menjadi tugas pemerintah dan lembaga independen untuk memastikan implementasi kewenangan ini tidak merugikan privasi dan kebebasan sipil warga negara. Keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan privasi perlu terus dijaga melalui regulasi yang ketat, jelas, dan transparan. Tanpa itu, kesepakatan ini bisa menimbulkan masalah baru yang justru memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *