Herbberger.com – Pembahasan tentang reformasi gaji nasional kembali mengemuka, seiring kritik tajam terhadap besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi kehidupan masyarakat umum. Pengamat politik dari Citra Institut, Efriza, menekankan bahwa kesenjangan yang lebar dapat memperburuk citra politik dan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Efriza menjelaskan bahwa diskusi mengenai reformasi gaji seharusnya tidak hanya fokus pada pejabat publik, tetapi juga pada upah minimum yang diterima pekerja, yang masih jauh dari standar layak. Ia berharap, baik pemerintah maupun DPR dapat mengatasi isu ini secara serius, bukan sekadar wacana mengenai penyesuaian gaji.
Masih menurut Efriza, kondisi tenaga honorer, seperti guru, yang menerima gaji sangat minim menjadi perhatian utama. Dia mengungkapkan contoh seorang guru yang hanya mendapatkan Rp200 ribu per bulan, sementara anggota DPR bisa menerima penghasilan lebih dari Rp100 juta. Kesenjangan ini dinilai mencolok dan bisa memperburuk persepsi publik terhadap DPR jika tidak disertai akuntabilitas.
Efriza juga menyoroti kurangnya transparansi dalam penggunaan anggaran dan bagaimana tingginya gaji DPR menjadi tidak etis jika tidak diimbangi сh dengan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia pun menegaskan bahwa keadilan, kepantasan, dan legitimasi politik harus menjadi fokus dalam pembahasan mengenai gaji anggota DPR.
Jika tidak ditangani dengan baik, perbedaan mencolok antara penghasilan pejabat dan rakyat berpotensi memicu ketidakpuasan, yang dapat berujung pada demonstrasi publik. Efriza menandaskan bahwa isu ini juga mencerminkan semakin jauhnya nilai keadilan sosial dalam realitas kehidupan masyarakat.