Herbberger.com – Masalah perizinan berusaha yang rumit masih menjadi tantangan signifikan bagi dunia usaha di Indonesia. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menantikan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2025, yang mengatur penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. PP ini diterbitkan pada pertengahan tahun ini dengan tujuan menciptakan ekosistem yang lebih efisien dalam perizinan usaha.
Ketua Umum Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengangkat isu perizinan kepada pemerintah dan saat ini perbaikan sedang dilakukan. “Kami sudah menyampaikan masalah perizinan ini kepada pemerintah sejak Maret 2025, dan kini kita menunggu realisasinya,” ujar Anne, saat konferensi pers pada Kamis (13/11).
Peraturan tersebut mencakup pengujian menyeluruh terhadap regulasi yang ada dalam berbagai sektor, termasuk industri tekstil dan alas kaki. Anne menyoroti tantangan yang dihadapi, seperti birokrasi yang berlebihan dan biaya yang tinggi. Ia juga mengungkapkan pentingnya percepatan desentralisasi kewenangan perizinan lingkungan agar prosesnya lebih efisien di tingkat daerah.
Selain itu, dunia usaha juga menambah perhatian terhadap masalah terkait Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Bangunan. Proses verifikasi lapangan yang lama dan ketergantungan pada konsultan eksternal dinilai menghambat kelancaran perizinan. Sebagai solusi, Apindo mengusulkan penyederhanaan proses melalui debirokratisasi dan self-assessment untuk bangunan industri berisiko rendah.
Melalui PP No 28/2025, terdapat beberapa inovasi kunci, termasuk kepastian waktu penerbitan izin usaha, implementasi kebijakan fiktif-positif, dan perhatian khusus bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan proses yang lebih sederhana di Online Single Submission (OSS). Menurut Wakil Menteri Investasi, Todotua Pasaribu, sekitar Rp1.500 triliun potensi investasi terhambat karena kompleksitas perizinan. Hal ini menjadi isu penting untuk diperhatikan agar investasi dapat meningkat di Indonesia.