11 Juli 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka dalam kasus suap dan pemufakatan jahat terkait pengurusan perkara perdata di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA). Penetapan ini merupakan pengembangan penyidikan atas dugaan korupsi yang terjadi sejak 2023 hingga 2025, menjadikan ini kasus ketiga Zarof sebagai tersangka setelah keterlibatannya dalam kasus suap Ronald Tannur dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam konferensi pers resmi pada 10 Juli 2025, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Zarof, bersama advokat Lisa Rachmat dan pihak berperkara Isidorus Iswardojo, diduga memberikan suap total Rp11 miliar. Rinciannya, Rp6 miliar terkait perkara banding di PT DKI Jakarta, dengan Rp5 miliar untuk majelis hakim dan Rp1 miliar sebagai fee untuk Zarof. Sementara itu, Rp5 miliar lainnya diduga untuk memengaruhi putusan kasasi di MA. Suap ini bertujuan agar putusan perkara perdata yang melibatkan Isidorus Iswardojo menguntungkan pihak pemberi suap.
Penyidik menyebut pola intervensi yang dilakukan Zarof, Lisa, dan Isidorus berpotensi menodai integritas institusi peradilan. Zarof, yang dikenal sebagai “makelar kasus” dengan akses ke oknum hakim, diduga menjadi perantara utama. Penggeledahan rumah Zarof pada Oktober 2024 yang menemukan Rp920 miliar dan 51 kg emas memperkuat bukti keterlibatannya dalam praktik korupsi skala besar.
Penyidikan Kejagung mengindikasikan adanya pola sistemik dalam penanganan perkara, melibatkan oknum peradilan dan pihak eksternal dengan akses khusus. Selain Zarof, Lisa Rachmat dan Isidorus Iswardojo juga ditetapkan sebagai tersangka, dan penyidik terus mendalami potensi keterlibatan pihak lain.
Zarof sebelumnya telah diperiksa dalam penyidikan kasus lain pada Oktober 2024, termasuk kasus Ronald Tannur. Temuan bukti baru, termasuk hasil penggeledahan, mengubah statusnya menjadi tersangka dalam kasus suap peradilan ini.
Kejagung menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan secara transparan dan akuntabel, dengan tujuan melimpahkan kasus ini ke penuntutan dan pengadilan secepatnya. Penyidikan lanjutan masih berlangsung untuk mengungkap fakta hukum lebih lanjut.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan integritas dalam sistem peradilan Indonesia, yang disebut sebagai bukti praktik mafia peradilan yang kronis. Kejagung berkomitmen untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu guna memastikan keadilan dan independensi peradilan.